Kamis, 07 Juni 2012 |
0
komentar
teropong
Mengenal Lebih
Dekat Sejarah Kabupaten Gowa
Sejarah Awal
Sebelum
Kerajaan Gowa terbentuk, terdapat 9 (sembilan) Negeri atau Daerah yang
masing-masing dikepalai oleh seorang penguasa yang merupakan Raja Kecil.
Negeri ini ialah Tombolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne,
Bisei, Kalling dan Sero. Pada suatu waktu Paccallayya bersama Raja-Raja kecil
itu masygul karena tidak mempunyai raja, sehingga mereka mengadakan
perundingan dan sepakat memohon kepada Dewata agar menurunkan seorang
wakilnya untuk memerintah Gowa.
Peristiwa ini
terjadi pada tahun 1320 (Hasil Seminar Mencari Hari Jadi Gowa) dengan
diangkatnya Tumanurung menjadi Raja Gowa maka kedudukan sembilan raja kecil
itu mengalami perubahan, kedaulatan mereka dalam daerahnya masing-masing dan
berada di bawah pemerintahan Tumanurung Bainea selaku Raja Gowa Pertama yang
bergelar Karaeng Sombaya Ri Gowa. Raja kecil hanya merupakan Kasuwiyang Salapanga (Sembilan Pengabdi), kemudian
lembaga ini berubah menjadi Bate Salapang (Sembilan Pemegang Bendera).
Masa Kerajaan
Pada tahun 1320 Kerajaan Gowa terwujud atas persetujuan kelompok kaum yang disebut Kasuwiyang-Kasuwiyang dan merupakan kerajaan kecil yang terdiri dari 9 Kasuwiyang yaitu Kasuwiyang Tombolo, Lakiyung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero.
Pada masa
sebagai kerajaan, banyak peristiwa penting yang dapat dibanggakan dan
mengandung citra nasional antara lain Masa Pemerintahan I Daeng Matanre
Karaeng Imannuntungi Karaeng Tumapa’risi Kallonna berhasil memperluas
Kerajaan Gowa melalui perang dengan menaklukkan Garassi, Kalling, Parigi,
Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng, Lempangang, Mandalle dan lain-lain kerajaan
kecil, sehingga Kerajaan Gowa meliputi hampir seluruh dataran Sulawesi Selatan.
Di masa
kepemimpinan Karaeng Tumapa’risi Kallonna tersebutlah nama Daeng Pamatte
selaku Tumailalang yang merangkap sebagai Syahbandar, telah berhasil
menciptakan aksara Makassar yang terdiri dari 18 huruf yang
disebut Lontara Turiolo.
Pada tahun 1051
H atau tahun 1605 M, Dato Ribandang menyebarkan Agama Islam di Kerajaan Gowa
dan tepatnya pada tanggal 9 Jumadil Awal tahun 1051 H atau 20 September 1605
M, Raja I Mangerangi Daeng Manrabia menyatakan masuk agama Islam dan mendapat
gelar Sultan Alauddin. Ini kemudian diikuti oleh Raja Tallo I Mallingkaang
Daeng Nyonri Karaeng Katangka dengan gelar Sultan Awwalul Islam dan beliaulah
yang mempermaklumkan shalat Jum’at untuk pertama kalinya.
Raja I
Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Muhammad Bakir Sultan
Hasanuddin Raja Gowa ke XVI dengan gelar Ayam Jantan dari Timur,
memproklamirkan Kerajaan Gowa sebagai kerajaan maritim yang memiliki
armada perang yang tangguh dan kerajaan terkuat di Kawasan Indonesia Timur.
Pada tahun 1653
– 1670, kebebasan berdagang di laut lepas tetap menjadi garis kebijaksanaan
Gowa di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Hal ini mendapat tantangan dari
VOC yang menimbulkan konflik dan perseteruan yang mencapai puncaknya saat
Sultan Hasanuddin menyerang posisi Belanda di Buton.
Akibat
peperangan yang terus menerus antara Kerajaan Gowa dengan VOC mengakibatkan
jatuhnya kerugian dari kedua belah pihak, oleh Sultan Hasanuddin melalui
pertimbangan kearifan dan kemanusiaan guna menghindari banyaknya kerugian dan
pengorbanan rakyat, maka dengan hati yang berat menerima permintaan damai
VOC.
Pada tanggal 18
November 1667 dibuat perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bungaya
(Cappaya ri Bungaya). Perjanjian tidak berjalan langgeng karena pada tanggal
9 Maret 1668, pihak Kerajaan Gowa merasa dirugikan. Raja Gowa kembali dengan
heroiknya mengangkat senjata melawan Belanda yang berakhir dengan jatuhnya
Benteng Somba Opu secara terhormat. Peristiwa ini mengakar erat dalam
kenangan setiap patriot Indonesia yang berjuang gigih membela tanah airnya.
Sultan
Hasanuddin bersumpah tidak sudi bekerja sama dengan Belanda dan pada
tanggal 1 Juni 1669 meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke XVI setelah
hampir 16 tahun melawan penjajah. Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 Sultan
Hasanuddin mangkat dalam usia 36 tahun. Berkat perjuangan dan jasa-jasanya
terhadap bangsa dan negara, maka dengan Surat Keputusan Presiden RI Nomor
087/TK/Tahun 1973 tanggal 16 Nopember 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi
penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
Dalam sejarah
berdirinya Kerajaan Gowa, mulai dari Raja Tumanurung Bainea sampai dengan
setelah era Raja Sultan Hasanuddin telah mengalami 36 kali pergantian
Somba (raja) sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
Nama-Nama Raja Kerajaan Gowa dari Tahun 1320 s/d 1957
Masa Kemerdekaan
Pada tahun 1950 berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950 Daerah Gowa terbentuk sebagai Daerah Swapraja dari 30 daerah Swapraja lainnya dalam pembentukan 13 Daerah Indonesia Bagian Timur. Sejarah Pemerintahan Daerah Gowa berkembang sesuai dengan sistem pemerintahan negara. Setelah Indonesia Timur bubar dan negara berubah menjadi sistem Pemerintahan Parlemen berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950 dan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957, maka daerah Makassar bubar. Pada tanggal 17 Januari 1957 ditetapkan berdirinya kembali Daerah Gowa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ditetapkan sebagai daerah Tingkat II . Selanjutnya dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah untuk seluruh wilayah Indonesia tanggal 18 Januari 1957 telah dibentuk Daerah-daerah Tingkat II. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1957 sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 mencabut Undang-Undang Darurat No. 2 Tahun 1957 dan menegaskan Gowa sebagai Daerah Tingkat II yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk operasionalnya dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor U.P/7/2/24 tanggal 6 Pebruari 1957 mengangkat Andi Ijo Karaeng Lalolang sebagai Kepala Daerah yang memimpin 12 (dua belas) Daerah bawahan Distrik yang dibagi dalam 4 (empat) lingkungan kerja pemerintahan yang disebut koordinator masing-masing :
v Koordinator
Gowa Utara, meliputi Distrik Mangasa, Tombolo, Pattallassang, Borongloe,
Manuju dan Borisallo. Koordinatornya berkedudukan di Sungguminasa.
v Koordinator
Gowa Timur, meliputi Distrik Parigi, Inklusif Malino Kota dan Tombolopao.
Koordinatonya berkedudukan di Malino.
v Koordinator
Gowa Selatan, meliputi Distrik Limbung dan Bontonompo. Koordinatornya
berkedudukan di Limbung.
v Koordinator
Gowa Tenggara, meliputi Distrik Malakaji, koordinatornya berkedudukan di
Malakaji.
Pada tahun 1960 berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah Pusat di seluruh Wilayah Republik Indonesia diadakan Reorganisasi Distrik menjadi Kecamatan. untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa yang terdiri dari 12 Distrik diubah menjadi 8 Kecamatan masing-masing :
v Kecamatan
Tamalate dari Distrik Mangasa dan Tombolo.
v Kecamatan
Panakkukang dari Distrik Pattallassang.
v Kecamatan
Bajeng dari Distrik Limbung.
v Kecamatan
Pallangga dari Distrik Limbung.
v Kecamatan
Bontonompo dari Distrik Bontonompo
v Kecamatan
Tinggimoncong dari Distrik Parigi dan Tombolopao
v Kecamatan
Tompobulu dari Distrik Malakaji.
v Kecamatan
Bontomarannu dari Distrik Borongloe, Manuju dan Borisallo.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang perluasan Kotamadya Ujung Pandang sebagai Ibukota Propinsi, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa menyerahkan 2 (dua) Kecamatan yang ada di wilayahnya, yaitu Kecamatan Panakkukang dan sebagian Kecamatan Tamalate dan Desa Barombong Kecamatan Pallangga (seluruhnya 10 Desa) kepada Pemerintah Kotamadya Ujung Pandang. Terjadinya penyerahan sebagian wilayah tersebut, mengakibatkan makna samarnya jejak sejarah Gowa di masa lampau, terutama yang berkaitan dengan aspek kelautan pada daerah Barombong dan sekitarnya. Hal ini mengingat, Gowa justru pernah menjadi sebuah Kerajaan Maritim yang pernah jaya di Indoneia Bagian Timur, bahkan sampai ke Asia Tenggara.
Dengan
dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 51 tahun 1971, maka praktis wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa mengalami perubahan yang sebelumnya terdiri
dari 8 (delapan) Kecamatan dengan 56 Desa menjadi 7 (tujuh) Kecamatan dengan
46 Desa.
Sebagai akibat dari perubahan itu pula, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa berupaya dan menempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang didukung oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan membentuk 2 (dua) buah Kecamatan yaitu Kecamatan Somba Opu dan Kecamatan Parangloe. Guna memperlancar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan masyarakat Kecamatan Tompobulu, maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan No.574/XI/1975 dibentuklah Kecamatan Bungaya hasil pemekaran Kecamatan Tompobulu. Berdasarkan PP No. 34 Tahun 1984, Kecamatan Bungaya di defenitifkan sehingga jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa menjadi 9 (sembilan). Selanjutnya pada tahun 2006, jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa telah menjadi 18 kecamatan akibat adanya pemekaran di beberapa kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan definitif pada tahun 2006 sebanyak 167 dan 726 dusun/lingkungan. Dalam sejarah perkembangan pemerintahan dan pembangunan mulai dari zaman kerajaan sampai dengan era kemerdekaan dan reformasi, wilayah Pemerintah Kabupaten Gowa telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sebagai daerah agraris yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan menjadikan Kabupaten Gowa sebagai daerah pengembangan perumahan dan permukiman selain Kota Makassar. Kondisi ini secara gradual menjadikan daerah Kabupaten Gowa yang dulunya sebagai daerah agraris sentra pengembangan pertanian dan tanaman pangan yang sangat potensial, juga menjadi sentra pelayanan jasa dan perekonomian.
Dalam sejarah
keberadaan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II sejak tahun 1957
sampai sekarang telah mengalami 12 (dua belas) kali pergantian Bupati. 11
(sebelas) kali diantaranya berdasarkan pengangkatan secara langsung oleh Menteri
Dalam Negeri. Satu kali berdasarkan hasil pemilihan secara langsung oleh
rakyat Kabupaten Gowa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut:
Bupati Gowa Dari Tahun 1957 sampai sekarang
|
Topologi
Topografi Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit-bukit, yaitu sekitar 72,26% yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan Parangloe, Manuju, Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu. Selebihnya 27,74% berupa dataran rendah dengan topografi tanah yang datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan Somba Opu, Bontomarannu, Pattallassang, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat, Bontonompo dan Bontonompo Selatan.Dari total luas Kabupaten Gowa, 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya, Bontolempangan dan Tompobulu.Dengan bentuk topografi wilayah yang sebahagian besar berupa dataran tinggi, maka wilayah Kabupaten Gowa dilalui oleh 15 sungai besar dan kecil yang sangat potensial sebagai sumber tenaga listrik dan untuk pengairan. Salah satu diantaranya sungai terbesar di Sulawesi Selatan adalah sungai Jeneberang dengan luas 881 Km2 dan panjang 90 Km.Di atas aliran sungai Jeneberang oleh Pemerintah Kabupaten Gowa yang bekerja sama dengan Pemerintah Jepang, telah membangun proyek multifungsi DAM Bili-Bili dengan luas + 2.415 Km2 yang dapat menyediakan air irigasi seluas + 24.600 Ha, komsumsi air bersih (PAM) untuk masyarakat Kabupaten Gowa dan Makassar sebanyak 35.000.000 m3 dan untuk pembangkit tenaga listrik tenaga air yang berkekuatan 16,30 Mega Watt. |
Arti Lambang
Dasar lambang
warna putih melambangkan tanda suci dengan itikad yang luhur untuk mencapai
cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan
Yang Maha Esa.
Bentuk bingkai
persegi lima warna hitam adalah melambangkan Pancasila Dasar dan Falsafah
Negara Republik Indonesia.
Buah padi
berwarna kuning emas dan buah kapas berwarna putih melingkari bingkai persegi
lima, perlambang kemakmuran.
Bagian depan
terdapat tangga berwarna hitam bertuliskan Gowa dengan huruf latin warna
putih menghubungkan buah padi dan kapas, perlambang Gowa siap melaksanakan
pembangunan yang bertahap.
Depan benteng
nampak terpancang dua buah meriam warna merah, dimukanya bertengger seekor
ayam jantan berwarna putih berjengger merah sedang berkokok, perlambang
kepahlawanan nasional Sultan Hasanuddin yang berasal dari Gowa.
Di
tengah-tengah berdiri sebatang pohon lontar, berwarna hitam, buah sembilan
biji berwarna merah, perlambang kebudayaan Gowa sebagai bagian dari
kebudayaan nasional.
Latar belakang
lambang nampak sinar warna kuning emas dengan pancaran tujuh belas,
perlambang Proklamasi 17 Agustus dan daun nyiur melambai, perlambang tanah
airku Indonesia.
ARTI WARNA
v Warna putih
berarti kesucian
v Warna hitam
berarti keabadian
v Warna merah
berarti kejayaan
v Warna kuning
berarti keluhuran
v Warna hijau
berarti kesuburan.
|
Created by : http://v2.gowakab.go.id/?pages/8/Sejarah
0 komentar:
Posting Komentar