Senin, 25 Juni 2012 |
0
komentar
Ensiklopedia
Lidah Bunglon Lebih Cepat Daripada
Pesawat Jet
Tempur
Buku-buku
teks zologi menjelaskan bahwa lidah balistik bunglon diperkuat oleh seutas otot
pemercepat (akselerator). Otot ini memanjang ketika menekan ke bawah pada
tulang lidah, yang berupa tulang rawan kaku di tengah lidah, yang
membungkusnya. Akan tetapi, dalam sebuah penelitian yang telah disetujui
untuk diterbitkan oleh majalah ilmiah Proceedings of the Royal Society of
London (Series B), dua ahli morfologi yang memelajari kebiasaan makan bunglon
menemukan unsur-unsur lain yang terkait dengan gerakan cepat lidah binatang
ini.
Kedua
peneliti Belanda ini, Jurriaan de Groot dari Universitas Leiden, dan Johan van
Leeuwen dari Universitas Wageningen, mengambil film-film sinar X berkecepatan
tinggi, yakni 500 bingkai per detik, dalam rangka menyelidiki bagaimana lidah
bunglon bekerja ketika menangkap mangsa. Film-film ini menunjukkan bahwa
ujung lidah bunglon mengalami percepatan 50 g (g = konstanta gravitasi).
Percepatan ini lima kali lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh sebuah
jet tempur.
Para
peneliti ini membedah jaringan lidah dan menemukan bahwa otot pemercepat sama
sekali tidak cukup kuat untuk menghasilkan gaya yang diperlukan ini
sendirian. Dengan meneliti lidah bunglon, mereka menemukan keberadaan
sedikitnya 10 bungkus licin, yang hingga saat itu belum diketahui, di antara
otot pemercepat dan tulang lidah. Bungkus-bungkus ini, yang melekat ke
tulang lidah di ujungnya yang terdekat dengan mulut, teramati mengandung serat-serat
protein berajutan spiral. Serat-serat ini memadat dan berubah bentuk
ketika otot pemercepat mengerut dan menyimpan tenaga bagaikan seutas pita karet
yang tertekan. Ketika mencapai ujung bulat tulang lidah, bungkus-bungkus
yang ketat dan memanjang ini secara bersamaan menggelincir dan mengerut dengan
kekuatan dan melontarkan lidah. Secepat serat-serat ini menggelincir dari
tulang lidah, bungkus-bungkus saling memisahkan diri bagaikan tabung-tabung
sebuah teleskop, dan karena itu lidah mencapai jangkauan terjauhnya. Van
Leeuwen berkata, “ini adalah ketapel teleskopis.”
Ketapel
ini memiliki ciri lain yang amat menyolok. Ujung lidah mengambil bentuk
hampa pada saat menghantam mangsa. Ketika terlontar, lidah ini dapat
menjulur sejauh enam kali panjangnya ketika istirahat di dalam mulut, dan dua
kali panjang tubuhnya sendiri.
Jelaslah bahwa bungkus-bungkus yang saling terhubung
pada lidah bunglon ini tidak pernah dapat dijelaskan menurut evolusi.
Dalam wacana itu, mari kita ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.
Bagaimanakah
masing-masing bungkus ini berevolusi ke tempatnya yang benar?
2.
Bagaimanakah
lidah tumbuh sedemikian panjang?
3.
Bagaimanakah otot
pemercepat muncul?
4. Bagaimanakah
bungkus-bungkus menyelaraskan gerak-geriknya sehingga membuat lidah mencapai panjang maksimumnya?
5. Bagaimanakah
bungkus-bungkus menumbuhkan kemampuan untuk “memanjangkan diri bak
tabung- tabung teleskop”?
6. Bagaimanakah
binatang tersebut menyatukan semua bagian ini setelah “meluncurkan” lidah?
7. Jika lidah ini
diperoleh sebagai sifat menguntungkan akibat proses evolusi, lalu mengapa sifat
unggul ini tidak berkembang pada binatang-binatang lain dan mengapa
binatang-binatang lain tidak memiliki cara berburu yang sama?
8. Bagaimanakah
bunglon (atau binatang yang dianggap moyang peralihannya) dapat bertahan hidup
ketika semua sistem yang rumit ini diduga pelan-pelan berevolusi?
Sudah pasti, bunglon tidak dapat memikirkan dan
merancang sendiri rancangan yang demikian rumit itu. Penciptaan ini
menyingkapkan keberadaan Allah, Sang Mahatahu dan Mahakuasa. Tidak ada
keraguan bahwa Allahlah, Yang Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahabijaksana, Yang
menciptakan bunglon.
Referensi :
1 . Menno Schilthuizen, "Slip of the Chameleon's
Tongue," Science Now, 8 March 2004, http://sciencenow.sciencemag.org/cgi/content/full/2004/308/1
2 .
Brad
Harrub, "The Chameleon's Incredible (Tongue) Acceleration!", http://www.apologeticspress.org/inthenews/2004/itn-04-08.htm
***********
0 komentar:
Posting Komentar